Kumpulan para pemuda yang memiliki misi dan tujuan yang sama untuk kesejahteraan bersama. Kedepannya diharapkan menjadi sumber inspirasi dan wadah pembinaan bagi kelompok ternak lain.
Alamat Gg. Beringin 19b Desa/Kelurahan Bumirejo, Kecamatan Kebumen, Kabupaten Kebumen, Propinsi Jawa Tengah Telp. : 0287- 385887 / 08886802827
Email kote_ka@yahoo.co.id

Teknologi Dalam Pakan

Rumput dapat diberikan pada ternak baik dalam bentuk segar maupun setelah melalui proses pengawetan. Bila rumput diberikan dalam bentuk segar dan tidak dicacah maka hijauan tersebut banyak tersisa dan terbuang. Ini merupakan pekerjaan yang sangat merugikan bila dalam bak makan banyak hijauan yang tidak dimakan oleh ternak tersebut.

Pembuatan silase dilakukan di dalam silo. Silo dapat terbuat dari kantong plastik untuk bagian dalam dan karung plastik untuk bagian luar. Hal ini untuk menciptakan suasana an-aerob dalam pembuatan silase yang paling sederhana. Bila mempunyai modal yang lebih banyak dapat membuat silo baik yang dari drum, tembok (semen) maupun silo tanah.

Untuk proses fermentasi diperlukan starter untuk merangsang perkembangan bakteri asam laktat, starter (bahan yang merupakan sumber karbohirat misalnya : tetes atau gula pasir) ini diperlukan bila bahan dasarnya kurang mengadung karbohidrat, dapat pula dibantu dengan bahan kimia (asam formiat) bila kandungan air dari bahan cukup tinggi.


A. Silase Rumput Gajah (Napier)

Produksi hijauan di kebun rumput baik itu rumput Gajah ataupun rumput Raja bila melebihi atau melewati umur potong akan mengurangi kulitas hijauan tesebut, untuk mengoptimalkan produksi dan menjaga kualitas, pemotongan dilakukan harus tepat waktu. Umur potong rumput yang optimal pada 7 minggu atau 50 hari. Bila produksi rumput berlebih dan akan dibuat silase untuk stok perlu pengurangan kadar air rumput dengan cara disimpan berdiri jangan di tidurkan atau ditumpuk untuk menghidarkan dari kerusakan selama 2 - 3 hari, dan harus disimpan terlindung atau di bawah atap.

Setelah disimpan selama 2-3 hari dan kandungan air berkurang cacah rumput tersebut dengan panjang cacahan 10-50mm.

Diperlukan Dedak murni untuk bahan starter dalam pembuatan silase rumput Raja dan rumput Gajah, kualitas dedak ini dapat menentukan baik tidaknya kualitas silase yang akan dihasilkan. Campurkan dedak dan cacahan rumput secara merata.

Hasil percampuran dimasukkan dalam silo yang telah dilapisi dengan plastik. Padatkan bahan silase dengan cara ditekan atau diinjak-injak, hal ini dilakukan supaya tidak ada ruang diantara potongan rumput yang berarti tidak ada tempat bagi oksigen. Pencampuran rumput dan dedak harus benar-benar merata agar kualitas silase yang dihasilkan baik.

Setelah dipadatkan dan ditekan dengan baik, ikat plastik dengan kuat agar tidak ada udara yang masuk,karena proses fermentasi silase harus dalam keadaan an-aerob (tidak ada oksigen). Beri beban diatasnya agar terdapat tekanan ke bawah sehingga kondisi an-aerob terjadi dengan baik.

Setelah 21 hari proses fermentasi telah selesai, plastik dapat dibuka. Berikan kepada kambing, jika tidak suka coba campur dahulu dengan rumput yang biasa dikonsumsi, setelah kambing menyukai dapat diberikan sesuai dengan kebutuhan


B. Silase Rumput Lapang

Rumput lapang yang berlebih sebaiknya diproses menjadi silase untuk memenuhi kebutuhan di waktu kekurangan hijauan pada musim kemarau. Pembuatan silase rumput lapang diperlukan stater untuk mengoptimalkan fermentasi asam laktat, salah satu stater yang baik adalah dengan penambahan tetes + 10 %.

Rumput yang akan dibuat silase dijemur/diangin-anginkan beberapa jam, untuk mengurangi kandungan airnya. Pada waktu penjemuran dilakukan pembalikan beberapa kali agar pengeringan terjadi secara merata.

Rumput yang telah dijemur ditimbang sesuai dengan kebutuhan dalam pembuatan silase. Timbang tetes/molase yang diperlukan, untuk setiap 100 kg rumput lapang dibutuhkan tetes 10 kg (10 % dari berat bahan baku silase). Setelah ditimbang tetes dituangkan kerumput lapang yang telah kering udara sesuai dengan takaran.

Campurkan kedua bahan tersebut secara merata agar hasil fermentasi baik, sehingga menghasilkan silase yang berkualitas baik.

Sediakan plastik yang sesuai dengan drum yang akan digunakan, fungsiplastik disini untuk memudahkan penutupan sehingga tercipta kondisi an-aerob dalam proses fermentasinya. Plastik harus dapat masuk ke dalam drum dan dapat ditutup dengan rapat agar kondisi silo tertutup dengan baik. Padatkan sepadat mungkin rumput di dalam drum tersebut dengan cara ditekan atau diinjak-injak agar tidak ada ruang untuk oksigen. Hal ini dilakukan supaya silase yang dihasilkan kualitas silase yang baik.

Masukkan bahan silase kedalam drum yang telah dilapisi plastik. Tutup dan tekan agar udara didalam keluar kemudian ikat plastik tersebut secara rapih, rapat dan tidak ada udara masuk ke dalam, serta jangan sampai bocor. Setelah rumput padat sebelum diikat dibagian atas dari tumpukan rumput dalam drum tersebut di beri tetes sedikit saja untuk membantu proses terjadi fermentasi lebih baik.

Setelah ditutup diatasnya disimpan beban agar mendapat tekanan ke bawah serta tidak ada udara yang masuk, disamping itu letakan ditempat yang beratap agar tidak kehujanan. Biarkan fermentasi terjadi, diamkan selama 21 hari untuk mendapat silase yang baik.

Setelah disimpan 3 minggu (21 hari) dapat dibuka untuk diberikan kepada kado, bila tidak jangan dibuka dan simpan dalam kondisi tertutup dapat disimpan 3 – 6 bulan. Pada waktu pemberian kepada kado jangan sering dibuka-tutup dalam 1 hari cuma boleh dibuka 1 kali (untuk makan kambing pagi dan sore dikeluarkan sekaligus) sebab kalau sering dibuka tutup kualitas silase akan cepat rusak.

Kambing yang belum terbiasa makan silase diberikan sedikit demi sedikit, di campur dengan hijauan yang biasa dimakan. Jika sudah terbiasa dapat seluruhnya diberikan silase sesuai dengan kebutuhan, hal ini sangat membantu dalam pekerjaan di kandang dan sangat menghemat waktu.

Dalam penyajian jerami padi sebagai makanan pokok, masalah air minum sangat perlu sekali diperhatikan. Seperti kita ketahui bila seekor kambing dewasa diberi rumput segar sebanyak 4 kg/ekor/hari, maka dalam rumput segar mengandung kadar air antara 80 – 85 %. Jadi wajar bila seekor kambing diberi rumput segar tidak banyak minum karena kebutuhan airnya telah dipenuhi dari rumput (rumput segar 4 kg = 8 ons bahan kering + 3,2 liter air).

Lain halnya, bila kambing diberi makan jerami karena kadar airnya rendah hanya kira-kira 20 –30 persen saja. Misalnya dalam sehari kado menghabiskan 1 kg jerami maka berarti kambing tersebut akan memakan 8 ons bahan kering dan 0,2 liter air, dengan demikian maka kambing tersebut membutuhkan air minum kurang lebih sebanyak 3 liter air untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Oleh karena itu, bila memberikan makan kambing dengan bahan pokok jerami hendaknya sepanjang sore dan malam hari terus tersedia air minum yang cukup. Jerami padi merupakan pakan hijauan yang sangat miskin mineral, oleh karena itu pada setiap pemberian pakan jerami jangan lupa diberikan mineral secara teratur.







Teknologi Reproduksi

Teknologi reproduksi merupakan satu kesatuan dari teknik-teknik rekayasa sistem reproduksi hewan yang dikembangkan melalui suatu proses penelitian dalam bidang reproduksi hewan secara terus menerus dan berkesinambungan dengan hasil berupa alat, metoda ataupun alat dan metoda yang dapat diaplikasikan dengan tujuan tertentu.

Terdapat banyak sekali teknologi reproduksi yang bisa diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan usaha peternakan yang ditujukan untuk meningkatkan populasi dan produksi. Beberapa diantaranya telah dipakai di Indonesia namun sebagian besar masih merupakan teknologi yang langka yang umumnya dikarenakan biaya perlakuannya dan peralatannya sangat mahal.

Berikut ini beberapa aplikasi teknolgi yang dapat dikembangkan untuk tujuan meningkatkan populasi dan produksi pada kambing.


Inseminasi Buatan

Yang dimaksud dengan Iseminasi Buatan adalah Kawin buatan dengan menggunakan semen beku pejantan unggul. Keuntungan IB:

  1. Bibit unggul selalu tersedia dan mudah diperoleh dan bisa disediakan untuk hampir semua peternak.

  2. Pengurangan kemungkinan terjadinya bahaya, pekerjaan dan ongkos perawatan. Pada umumnya pejantan kambing besar, galak dan berani menyerang manusia.

  3. Bahaya lain ialah crossbreeding yang tidak disukai dapat dihindari. Dalam kawanan kambing yang terdiri atas bermacam-macam jenis ras kambing dengan hanya satu pejantan, maka crossbreeding tidak dapat dihindari.

  4. Dapat menciptakan kambing pure-bred (ternak murni dari satu jenis).

  5. Dengan IB, pemilihan pejantan yang baik lebih mudah dan lebih cepat dilaksanakan.

  6. Pencegahan terhadap penjalaran penyakit menular yang tersebar dari hewan betina yang satu ke yang lainnya karena perkawinan secara alam.

Dalam pelaksanaan IB ini dibutuhkan tenaga IB yang berpengalaman dan bertanggung jawab. Bila Pelaksana IB yang kurang pengalaman dan tidak bertanggung jawab, maka dapat merugikan program IB.

Semen sejak keluar dari penis sampai penempatannya dalam alat reproduksi betina mengalami berbagai pengolahan seperti misalnya penampungan, pengujian atau penilaian, pengenceran, penyimpanan dan inseminasi; maka bila salah satu dari pengerjaan itu tidak beres, tujuan IB tentu tidak bisa tercapai.

Inseminasi yang ceroboh akan mengakibatkan perlukaan pada serviks dan uterus. Bila tidak tepat waktu akan menyebabkan rendahnya angka konsepsi. Kurang kebersihan bisa merupakan sumber penyebaran penyakit dari kelompok kambing yang satu ke kelompok yang lainnya karena syarat-syarat dan Prosedur IB yang tidak diikuti dengan sebaik-baiknya.


Embrio Transfer

Pengembangan teknik embrio transfer atau teknik pencangkokan diperlukan induk jenis unggul yang menghasilkan embrio dan induk biasa yang akan menerima embrio untuk dibesarkan dalam uterusnya. Induk jenis unggul yang menghasilkan embrio selanjutnya disebut donor dan induk yang menerima embrio disebut resipien.

Seekor donor dengan melalui metoda superovulasi dapat menghasilkan banyak embrio dalam satu periode berahi, dan jumlah resipien harus lebih banyak dari jumlah donor. Kondisi uterus donor dan resipien harus sama agar embrio yang dipindahkan dari donor ke resipien bisa tumbuh secara normal. Cara untuk menyamakan kondisi uterus donor dan resipien adalah menyerentakan berahi hewan-hewan itu. Jika mereka dapat mengalami berahi dalam waktu yang sama maka keadaan uterus mereka akan mengalami perubahan-perubahan yang sama setelah berahi itu berlalu.


Memperpendek Selang Beranak

Pada kambing lokal, selang beranak umumnya bervariasi 7-8 bulan. Selang beranak yang panjang umumnya terjadi karena kegagalan dalam pendeteksian birahi terutama pada kambing yang dipelihara dengan sistem dikandangkan secara terus menerus. Cara mudah mengatasi masalah ini adalah dengan menempatkan pejantan pada kelompok betina sekitar 2-3 bulan setelah beranak.

Kambing betina hanya mau kawin bila dalam keadaan birahi. Perkawinan sebaiknya dilakukan pada setengah bagian akhir masa birahi. Secara umum dapat disarankan mengawinkan ternak sebaiknya dilakukan pada hari kedua setelah onset birahi dan diulang 12 jam kemudian. Kawin alam menghasilkan angka kebuntingan lebih tinggi dari kawin suntik (IB). Kadang-kadang ternak kambing kurang menunjukkan tanda birahi, walaupun secara fisiologis ternak itu dalam keadaan birahi (Silent heat). Penempatan pejantan dan betina dalam satu kelompok membantu mendeteksi ternak-ternak birahi sehingga kegagalan kebuntingan karena tidak kawin dapat dihindari. Lama kebuntingan pada kambing adalah 150 hari (5 bulan) dengan kisaran 147–155 hari.











Toksoplasmosis

Toxoplasma gondii adalah protozoa intraseluler yang bersifat parasit obligat dan menyerang hewan berdarah panas, burung bahkan manusia (zoonosis). Penyakit yang ditimbulkannya disebut toksoplasmosis. Dalam siklus hidupnya, parasit ini terdapat di dalam darah (parasitemia) sehingga dapat menyebar ke seluruh organ tubuh. Selama infeksi berlangsung, ternak tidak menunjukkan gejala klinis (asimtomatis). Ada tiga bentuk infektif dari T. gondii, yaitu (1) takhizoit/tropozoit yang terdapat dalam cairan tubuh; (2) bradizoit/sistozoit yang terdapat dalam jaringan seperti limpa, limponodus, hati dan sumsum tulang dan (3) sporozoit yang terdapat dalam ookista. Ookista ini hanya terdapat di dalam saluran intestin kucing.

Bentuk kista jaringan sering ditemukan di otak, otot skelet dan jantung penderita. Kista tersebut dapat bertahan dalam tubuh induk semang yang terinfeksi selama perjalanan penyakitnya/selama hidupnya karena tidak dapat dicapai oleh kekebalan humoral atau seluler. Kambing dapat terinfeksi T. gondii melalui pakan yang tercemar oleh ookista dari feses kucing dan tertelannya induk semang pemindah seperti lipas atau lalat yang telah memakan ookista. Janin dapat tertular melalui plasenta. Sumber-sumber infeksi yang lain dapat ditularkan melalui angin (inhalasi), air liur, ingus, tinja dan air susu dari penderita yang dapat menular lewat selaput mukosa. Manusia dapat tertular apabila memakan daging kambing yang dimasak kurang sempurna. Terdapat hubungan antara orang yang memakan daging kambing dengan prevalensi titer antibodi yang positif. Kejadian ini diduga karena orang-orang tersebut memakan daging kambing yang dimasak setengah matang (sate) sehingga tidak menjamin kematangan daging secara sempurna.

Kambing dan domba yang terinfeksi akan menunjukkan gejala sub akut sampai dengan kronis. Pada kambing bunting sering terjadi abortus, kelahiran premature dan vaginitis. Janin yang dilahirkan mengalami ensefalitis, odem sub kutan dan kadang-kadang terjadi mumifikasi (janin tidak keluar dan membusuk di dalam rahim). Gejala akut biasanya berupa demam, abortus, hidung mengeluarkan eksudat dan hal ini dapat berakhir dengan kematian.

Diagnosis toksoplasmosis dapat dilakukan dengan cara uji hemaglutinasi tidak langsung (IHA). Jika titer antibodi toxoplasma lebih dari 1 : 16 diartikan bahwa ternak menderita toksoplasmosis kronis dan jika titer antibodinya lebih dari 1 : 1000 maka diartikan menderita toxoplasmosis akut.

Ternak penderita toxoplasmosis dapat diobati dengan clindamycin 25-50 mg/kg bobot badan per hari. Dosis tersebut dibagi dua, yaitu pagi dan sore serta diberikan secara oral. Pengobatan ini dilakukan sampai 2 minggu setelah gejala klinis hilang. Preparat sulfidaene dengan dosis 30 mg/kg bobot badan dapat diberikan per oral setiap 12 jam. Preparat ini diberikan bersama-sama dengan pyrimethamine 0,5 mg/kg bobot badan. Untuk mengurangi efek samping yang timbul maka perlu ditambahkan folinic acid 5 mg/hari pada waktu memberi pakan.


Pneumonia

Pneumonia adalah radang parenkhim paru-paru yang biasanya disertai dengan radang bronkeol dan selaput paru-paru. Umumnya penyakit ini menyerang kambing dan domba terjadi pada pergantian musim dari kemarau ke hujan. Agen penyebab pneumonia bermacam-macam seperti bakteri, virus, ricketsia dan juga parasit (cacing paru-paru). Biasanya organisme penyebab pneumonia terdapat disekitar lingkungan hidup kambing, yang pada saat ternak stress terutama dengan kondisi kandang yang jelek lembab dan ventilasi kurang baik, maka penyakit akan muncul dan dapat bersifat akut atau kronis.

Penyakit ini ditandai dengan gejala demam, keluar ingus dari hidung, batuk-batuk, gangguan pernafasan (nafas dangkal atau berat). Pada keadaan parah hewan bernafas menggunakan mulut yang terbuka, hewan sulit bergerak karena paru-paru terasa sakit. Penelitian menunjukkan bahwa secara patologis, pnemunia kambing mencapai 15% bahkan data-data melaporkan bahwa segala jenis pneumonia pada ruminansia kecil merupakan salah satu penyebab tingginya angka kematian ternak hingga 51%.

Pengendalian terhadap penyakit ini umumnya dilakukan dengan pemeliharaan yang baik, menempatkan kambing pada kandang yang tidak lembab, hangat dengan ventilasi yang baik (tetapi tidak terlalu terbuka). Kemudian dilakukan pemberian antibiotika berspektrum luas diikuti dengan pemberian pakan yang baik dan ternak diistirahatkan. P. hemolytica sangat sensitif terhadap ampicilin, tetrasiklin dan gentamicin sedangkan P. multocida sensitif terhadap ketiganya termasuk streptomicin.



Pink eye

Pink eye adalah penyakit mata akut yang menular dan ditandai dengan kemerahan pada selaput mata (konjungtiva) dan kekeruhan pada kornea. Penyebab pink eye pada kambing dan domba adalah Rickettsia (Colesiota) conjuctivae, Mycoplasma conjuctivae, Branhamella catarrhalis dan Chlamydia. Rickettsia merupakan mikroorganisme berbentuk pendek, bersifat gram negatif dan hanya tumbuh pada media hidup saja, misalnya telur ayam. Disamping itu juga, diperoleh isolat Moraxella ovis dan Staphylococcus aureus dari kasus tersebut walaupun keduanya sangat jarang sebagai agen penyebab pink eye pada kambing.

Masa inkubasi penyakit ini adalah 2-3 hari, tetapi dapat juga sampai 3 minggu. Gejala klinis yang nyata adalah radang pada selaput mata, pembendungan pembuluh darah di kornea, kemerahan pada bagian mata yang putih dan diikuti oleh bengkaknya kelopak mata. Ternak mengalami photophobia, yaitu takut pada sinar matahari. Kelenjar lacrimaris menjadi sangat aktif sehingga mata selalu berair. Gejala ini jelas terlihat pada sudut mata (canthus medial) dan muka hewan dibawah mata yang selalu basah. Mata yang basah tersebut lebih sering tertutup. Bulu mata sering melekat, akibatnya kambing akan sulit mengambil pakannya dengan baik. Kondisi ini menyebabkan penurunan bobot badan dengan cepat. Kadang-kadang selaput mata yang meradang bisa menjadi borok karena infeksi sekunder sehingga dapat menyebabkan kebutaan. Kekeruhan kornea mulai berkurang dan apabila kondisi hewan cukup baik, maka mata akan sembuh total dalam 3-5 minggu tergantung pada penyebab dan keganasan penyakitnya. Kekebalan pasca infeksi pada domba dan kambing berlangsung antara 100 sampai 250 hari, setelah itu ternak akan kembali peka.

Penularan pink eye dapat terjadi melalui kontak dengan ternak terinfeksi, serangga (lalat), rumput dan percikan air yang tercemar. Penyakit ini sering terjadi pada musim panas karena banyaknya debu dan meningkatnya populasi lalat Musca autumnalis sebagai vektor. Pink eye dapat juga terjadi pada waktu ternak dalam perjalanan (transportasi) sehingga menimbulkan iritasi oleh debu atau sumber-sumber lain yang menyebabkan goresan. Perubahan cuaca yang mendadak, terlalu padatnya ternak dalam kandang dilaporkan dapat memicu terjadinya penyakit ini.

Pengobatan hendaknya dilakukan sedini mungkin dengan memberikan antibiotika seperti tetrasiklin atau tylosin. Salep mata atau larutan yang mengandung antibiotika seperti chloramphenicol, oxytetracycline dan campuran penicilin-streptomycin dilaporkan dapat memberikan hasil yang baik. Untuk membantu proses penyembuhan sebaiknya ternak diistirahatkan ditempat yang teduh (tidak terkena sinar matahari), kandang harus selalu bersih serta pemberian pakan dan minum yang cukup. Ternak yang sakit dikarantina sehingga jauh dari ternak lain yang sehat.


Penyakit perut kembung (timpani atau bloat)

Perut kembung atau timpani adalah suatu keadaan mengembangnya rumen akibat terisi oleh gas yang berlebihan. Hal ini terjadi ketika esophagus mengalami sumbatan sehingga menghambat pengeluaran gas. Ada kalanya juga terjadi perut kembung “berbuih” sebagai akibat fermentasi yang berjalan tidak normal. Produksi gas yang cepat (CO2 dan CH4) sebagai hasil akhir fermentasi akan memicu terjadinya kembung. Kondisi ini dikaitkan dengan tingginya konsentrasi protein terlarut yang terdapat di dalam rumen. Gas yang terbentuk akan menetap di rumen dalam bentuk gelembunggelembung kecil yang tidak merangsang terjadinya reflek bersendawa sehingga rumen mengembung.

Daun legum yang mengandung kadar air dan protein yang tinggi diduga sebagai penyebab terjadinya kembung. Daun tanaman tersebut menghasilkan asam-asam yang tidak mudah menguap seperti sitrat, malat dan suksinat. Asam-asam ini akan segera menurunkan pH rumen dalam waktu 30-60 menit pasca pemberian daun legum. Data lain menyebutkan beberapa penyebab kembung pada ternak antara lain, makan rumput muda atau tanaman leguminosa (kacang-kacangan), merumput pada lahan yang baru dipupuk, makan buah terlalu banyak, memakan racun dan ubi atau tanaman sejenis yang dapat menahan keluarnya gas dari perut. Kasus perut kembung juga pernah dilaporkan akibat memakan kantung plastik bekas pembungkus garam. Kondisi kandang yang lembab dan basah dapat memicu terjadinya kembung.

Gejala klinis yang terlihat adalah rumen (perut sebelah kiri) mengembung sangat besar. Ternak cenderung menendang dengan kaki belakang. Jika kondisi parah maka ternak akan berbaring dan bernafas dengan cepat. Membesarnya rumen akan meningkatkan tekanan di dalam rongga perut dan rongga dada sehingga menyebabkan kesulitan bernafas yang ditandai dengan pernafasan dada yang cepat dan dangkal. Sebaliknya, paru-paru dan sistem peredaran darah jantung tidak bekerja. Apabila kondisi ini berlanjut maka akan terjadi gangguan peredaran darah dan kematian dalam beberapa menit.

Pengobatan dapat dilakukan dengan cara memberi minyak kelapa kira-kira 1 liter ke dalam rumen dengan selang setiap hari selama 2-3 hari sampai kembung hilang. Bloatinol yang mengandung silika di dalam 1% dimethycone dan 5% minyak kacang dilaporkan cukup efektif untuk mengatasi kembung pada ternak. Pemberian minuman ringan yang mengandung soda (sprite) dapat membantu mengeluarkan gas dalam rumen. Pemakaian trocar yang dimasukkan ke salah satu bagian rumen memiliki resonansi tertinggi untuk menurunkan tekanan dalam rumen merupakan pilihan terakhir karena risiko infeksi yang tinggi. Penanganan alternatif adalah meletakkan sepotong kayu yang diikatkan pada mulutnya. Hewan akan berusaha untuk menguyah tali/kayu tersebut sehingga akan mendorong keluarnya gas dari dalam rumen.

Pencegahan terjadinya kembung pada ternak dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain, menjemur rumput di bawah sinar matahari langsung selama 2-3 jam sebelum diberikan pada ternak, selama musim hujan sebaiknya ternak diberi pakan kasar sebelum dilepas di padang penggembalaan yang basah. Jangan membuang plastik pembungkus garam, ikan asin dan sejenis pada tempat sampah. Ternak jangan digembalakan terlalu pagi ketika rumput masih basah dan hindari memberi ternak dengan rumput atau daun-daun muda dan tanaman leguminosa (kacang-kacangan).


Penyakit orf (Contagious ecthyma)

Penyakit orf merupakan penyakit viral utama yang menyerang ternak kambing dan dapat menular ke manusia (bersifat zoonosis). Penyakit ini mempunyai sinonim yaitu, Dakangan (Bali), Muncung (Sumatera Barat) dan Bintumen (Jawa Barat).

Agen penyebab penyakit orf adalah virus yang termasuk dalam kelompok parapoks dari keluarga virus poks. Virus ini sangat tahan terhadap kondisi lingkungan, di padang penggembalaan dan mampu hingga tahunan, tahan terhadap pemanasan 50oC selama 30 menit dan juga tahan terhadap pembekuan dan pencairan tetapi tidak tahan terhadap kloroform.

Penyakit ini menular dengan cepat dari ternak terinfeksi ke ternak yang sehat melalui kontak langsung. Penularan dapat juga terjadi akibat hewan yang peka mengkonsumsi pakan yang tercemar oleh keropeng bungkul orf. Tingkat penularannya dapat mencapai 100%, sedangkan angka mortalitasnya relatif rendah, yaitu sekitar 2- 5,4%. Angka mortalitas pada kambing dapat mencapai 9,23% yang terjadi diakhir dan awal tahun. Lebih lanjut juga dijelaskan bahwa kejadian orf cenderung meningkat pada musim hujan dibandingkan dengan musim kemarau. Pada kasus yang berat, mortalitas dapat mencapai 93% terutama pada ternak yang muda. Kelembaban udara yang tinggi dan kondisi stress juga dilaporkan sebagai pemicu timbulnya penyakit orf pada ternak.

Gejala klinis yang menonjol adalah lesi yang berbentuk keropeng pada bibir. Awal infeksi akan terjadi bintik-bintik merah yang kemudian berubah menjadi vesikel dan pustula (pernanahan). Akhirnya lesi-lesi ini terlihat sebagai tonjolan berkerak (keropeng). Selain menyerang kulit sekitar mulut, lesi-lesi ini dapat juga menyebar ke seluruh muka seperti hidung dan gusi serta bagian tubuh lainnya yang tidak berambut atau berambut sedikit seperti ambing, sekitar mata, hidung, telinga, skrotum atau sekitar kaki. Pada kambing dan domba, gejala klinis akan muncul 1-3 hari pasca infeksi. Penyakit orf dapat berlangsung antara 3-4 minggu tergantung pada kondisi ternak. Kondisi ini akan menjadi lebih parah dan lebih lama apabila diikuti oleh infeksi sekunder. Identifikasi beberapa bakteri yang berperan sebagai infeksi sekunder, yaitu Staphylococcus aureus, S. epidermis dan Corynebacterium pyogenes. Kekebalan pada induk yang terinfeksi relatif rendah sehingga anak yang dilahirkan masih memungkinkan untuk terjangkit penyakit ini. Ternak dengan gangguan kekebalan dilaporkan dapat menderita orf hingga berbulan-bulan. Ternak yang sembuh biasanya memiliki kekebalan selama setahun. Diagnosis penyakit orf dapat dilakukan secara klinis karena sangat menciri. Diagnosis secara laboratoris dengan Presipitasi Agar Gel (PAG) dan Tehnik Antibodi Flouresen (TAF). Jika terdapat lesi dibagian tubuh selain bibir, maka diagnosisnya perlu ditambah dengan pemeriksaan laboratorium karena penyakit lain seperti cacar kambing, radang mulut dan lidah biru juga menunjukkan gejala yang relatif sama. Pada pemeriksaan pasca mati, lesi mungkin dapat ditemukan pada mukosa mulut sepanjang gusi, lidah, langit-langit dan saluran pencernaan.

Penanggulangan orf biasanya dengan pencegahan melalui vaksinasi terutama pada daerah endemis dan dilaksanakan secara regular. Pemberian salep pelunak dapat membantu agar kambing tetap dapat makan dan minum. Pakan yang bergizi tinggi sangat diperlukan untuk mempercepat terjadinya kesembuhan. Apabila keropeng terkelupas menjadi luka baru maka perlu diolesi dengan obat lokal, seperti salep penisilin yang dicampur dengan minyak kelapa. Pemberian antibiotika secara suntik dibutuhkan jika suhu tubuh ternak menjadi tinggi. Tindakan ini juga ditujukan untuk menghilangkan infeksi sekunder oleh bakteri. Ternak-ternak di daerah tertular seharusnya divaksinasi tetapi vaksinasi ternak di daerah bebas tidak dianjurkan. Ternak yang akan didatangkan ke daerah belum tertular harus telah divaksinasi orf. Pengobatan hanya ditujukan untuk mencegah infeksi sekunder dengan memberikan salep antibiotika seperti eritromisin dan oksitetrasiklin.




Kudis menular (skabies)

Penyakit kudis menular atau skabies adalah penyakit ektoparasit utama yang menyerang bagian kulit ternak ruminansia, terutama kambing dan kelinci bahkan dapat menular ke manusia (zoonosis). Penyakit ini mempunyai sinonim, yaitu budug atau mange.

Penyebab penyakit skabies pada kambing adalah tungau Sarcoptes scabiei yang hidup di lorong-lorong lapisan tanduk kulit dan Psoroptes ovis yang hidup di permukaan kulit. Meskipun angka pesakitannya relative rendah, tetapi apabila dalam satu kelompok kambing terdapat seekor yang menderita skabies, maka dalam waktu cepat ternak lainnya akan tertular. Penyakit ini menimbulkan kerugian ekonomi yang besar karena dapat menyebabkan kerusakan kulit, kekurusan dan kematian.

Penularan skabies umumnya melalui kontak langsung dengan hewan sakit atau bahan tercemar seperti kandang, tempat pakan, tempat minum dan lain-lain. Kondisi ternak yang kurang baik akan mempercepat terjadinya penularan. Umumnya bagian tubuh yang diserang adalah daerah yang sedikit ditumbuhi rambut seperti moncong, telinga, dada bagian bawah, perut, pangkal ekor, sepanjang punggung, leher dan kaki. Ternak yang terinfestasi tungau akan merasa gatal dan selalu menggaruk-garuk, menggosok-gosokkan atau menggigit-gigit bagian tubuhnya yang teriritasi sehingga terjadi luka-luka dan lecet-lecet tubuh. Dalam keadaan parah maka seluruh tubuh dapat terserang, kulit meradang dan mengeluarkan cairan membentuk kerak pada permukaan kulit. Kulit akan mengeras, menebal dan melipat-lipat. Pada tempat-tempat tersebut biasanya rambutnya rontok sehingga terjadi kegundulan.

Hasil penelitian BALITVET menunjukkan bahwa penggunaan oli bekas (Mesran Super 20-50 SAE yang telah dipakai 1000 km) dan belerang 2,5 % dalam vaselin dapat menyembuhkan kudis pada kambing sedangkan oli murni dan salep daun ketapang kering 33,3% dilaporkan tidak efektif.

Pencegahan skabies umumnya dilakukan dengan sanitasi dan pemberian pakan yang baik. Kambing yang baru didatangkan harus diisolasi (jangan langsung dicampur) selama beberapa minggu sampai diketahui tidak terserang kudis. Hewan tertular diasingkan sampai sembuh. Kandang ternak tercemar dan benda-benda lainnya dibersihkan menggunakan acarisida, sebaiknya tidak digunakan selama beberapa bulan.




Keracunan sianida

Sianida adalah senyawa racun yang dapat mematikan ternak dan manusia. Beberapa sumber sianida telah dilaporkan antara lain racun ikan (KCN dan NaCN/potas), pestisida (HCN, Ca(CN)2), pupuk dan tanaman yang mengandung glukosida sianogenik. Ubi kayu dan sorgum yang ditanam pada akhir musim kering terbukti mempunyai kandungan kadar sianida yang tinggi dengan kadar air yang rendah. Pupuk dengan tingkat nitrogen yang tinggi dapat meningkatkan kandungan sianida di dalam daun.

Senyawa sianida dapat masuk ke tubuh melalui tiga cara, yaitu lewat pernafasan, absorbsi kulit dan saluran pencernaan. Apabila sianida terabsorbsi ke dalam tubuh maka akan menghambat pengambilan oksigen sel dengan cara menghalangi enzim sitokrom oksidase, yaitu suatu enzim yang berfungsi untuk transportasi oksigen seluler atau jaringan. Akibat dari keadaan ini, akan menyebabkan pernafasan sel terganggu dan akhirnya terjadi kematian sel. Sianida di dalam tubuh dapat dimetabolisir oleh hati, ginjal dan jaringan tubuh lainnya menjadi senyawa tiosianat yang kurang toksik. Metabolisme sianida menjadi tiosianat ini karena adanya enzim sulfurtransferase (rodanase) pada organ-organ tersebut. Kadar tiosianat akan meningkat dalam waktu lebih dari 20 menit pasca pemberian sianida.

Umumnya kasus keracunan pada kambing terjadi di dalam rumen. Dalam waktu 15 menit, hampir semua sianida di dalam rumen telah diabsorbsi dan dengan cepat juga sebagian mengalami detoksikasi. Kematian terjadi karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen. Dosis yang dapat menyebabkan kematian pada kambing kira-kira 2,5 mg/kg bobot badan, tetapi dapat juga bervariasi tergantung pada keadaan dan umur ternak.

Gejala klinis keracunan sianida akan muncul dalam beberapa menit setelah ternak mengonsumsi pakan yang mengandung sianida berkadar tinggi. Frekuensi pernafasan menjadi lebih cepat dan dalam (dyspnoe), otot-otot menjadi gemetar dan terjadi kegagalan koordinasi otot (limbung/ataksia). Selanjutnya, ternak meronta-ronta, jatuh dengan nafas terengah-engah yang diikuti kekejangan. Pupil mata melebar (dilatasi) dan membran mukosa tampak merah terang oleh karena oksigen di dalam darah tidak dapat dilepaskan. Disamping itu, juga terjadi pengeluaran air liur (salivasi), mulut berbusa dan ternak mengeluarkan feses dan air kemih.

Diagnosis keracunan sianida secara pasti hanya dapat dilakukan dengan menganalisa kadar sianidanya dari dalam rumen, darah, hati, ginjal dan organ-organ lainnya, tetapi hal ini sangat sulit dilakukan karena sianida ini sangat tidak stabil. Sebaliknya, kadar tiosianat serum sebagai hasil metabolisme sianida di dalam tubuh cukup stabil. Kadar tiosianat pada kambing normal dilaporkan sekitar 0,9-10,2 μg/ml.

Penanganan yang cepat diperlukan pada kasus keracunan akut untuk mencegah kematian. Pengobatan yang umum dilakukan adalah gabungan antara sodium nitrat (Na2NO2) dengan thiosulfat (Na2S2O3). Dosis yang dianjurkan adalah 1 ml larutan 20% Na2NO2 dan 3 ml Na2S2O3 yang diberikan secara intravena dengan bobot badan 45 kg. Alternatif lainnya adalah memberikan 1 gram Na2NO2 dan 2,4 gram Na2S2O3 yang dilarutkan dalam 10 ml air suling dan disuntikan secara intravena. Pemberian hidroksokobalamin (vitamin B12a) dapat juga dilakukan tetapi zat ini mempunyai kelarutan yang rendah dan kurang efektif pada keracunan sianida yang hebat.

Langkah pencegahan yang dapat dilakukan adalah menjaga kambing agar tidak memakan daun yang mengandung sianida. Daun ubi kayu atau tanaman sejenis harus dicacah dan dikeringkan dibawah sinar matahari secara langsung untuk menghilangkan sebagian besar sianida yang ada sebelum diberikan ke ternak.


Kekurangan/defisiensi mineral

Mineral sangat di butuhkan untuk pertumbuhan tulang, gigi dan jaringan termasuk berguna sebagai bahan sintesa enzim, hormon dan substansi lain yang diperlukan untuk proses metabolisme. Kebutuhan mineral ruminansia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu unsur makro (Ca, P, Na, Cl, K, Mg dan S) dan unsur mikro (Fe, I, Cu, Mo, Zn, Mu, Cr, F, Ni, Co dan Se).

Kalsium (Ca) sangat mutlak diperlukan ternak dan merupakan bahan penyusun tulang dan gigi. Ternak muda dan yang sedang menyusui membutuhkan kalsium lebih banyak. Apabila kekurangan, dapat mengakibatkan kekerdilan dan penurunan produksi susu pada induk yang sedang laktasi. Fosfor (P) dibutuhkan untuk jaringan otot dan tulang. Kekurangan fosfor akan mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan terhambat serta menekan nafsu makan. Daun legum semak dan pohon dilaporkan banyak mengandung fosfor lebih banyak daripada rumput. Oleh karena itu, pemberian pakan campuran rumput-rumputan dan kacang-kacangan akan mengurangi kemungkinan kekurangan fosfor.

Sodium (Na) dan klorida (Cl) dapat disediakan berupa garam dapur. Tingkah laku ternak yang makan tanah dan bahan sisa lain dapat diindikasikan bahwa ternak tersebut kekurangan garam. Magnesium (Mg) diperlukan untuk bekerjanya sistem saraf dan terlibat dalam reaksi enzim. Defisiensi Mg dapat menyebabkan ternak mudah terkejut dan pengapuran pada jaringan lemak. Sulfur (S) sangat penting dan berperan sebagai penyusun asam amino metionin dan sistein. Asam amino ini sangat berguna bagi ternak. Sulfur juga penting untuk sintesa protein mikroba sehingga keberadaannya sangat dibutuhkan oleh mikroba rumen. Mineral besi (Fe) merupakan unsure yang penting untuk penyusunan haemoglobin dan enzim yang terlibat dalam proses oksidasifosforilasi dalam menghasilkan energi. Defisiensi besi sangat jarang terjadi karena daur ulang unsure ini di dalam tubuh sangat efesien.

Cuprum (Cu) dan Molybdenum (Mo) biasanya berinteraksi dengan penggunaan sulfur pada ternak. Seng sangat penting untuk memproduksi lebih dari 200 enzim yang terlibat dalam proses metabolisme. Kekurangan seng dapat menjurus ke arah parakeratosis, terhambatnya pertumbuhan dan mengurangi proses spermatogenesis. Unsur Mangan juga diperlukan untuk reaksi enzim. Gejala kekurangan mineral ini adalah keengganan untuk berjalan, kelainan pada kaki depan dan menurunkan efisiensi reproduksi. Chromium (Cr), flourida (F), nikel (Ni), cobalt (Co) dan selenium (Se) merupakan unsure yang penting untuk kambing dan domba. Chromium terlibat dalam proses pemanfaatan glukosa sedangkan Ni diperlukan oleh mikroba rumen. Cobalt merupakan komponen penyusun vitamin B12. Selenium penting sebagai elemen pengganti sulfur dan dibutuhkan untuk proses peroksidasi.

Kedua unsur makro dan mikro dapat diperoleh dari sumber bahan makanan. Kandungan mineral pada jaringan tanaman terkait dengan kandungan mineral dan pH tanah. Hasil penelitian yang dilakukan pada peternakan di Jawa Barat menunjukkan bahwa pemberian mineral tambahan yang cukup memang dibutuhkan oleh kambing dan domba di pedesaan.



Foot Root (Kaki membusuk)

Penyakit foot root atau kaki membusuk atau borok ceracak tergolong penyakit bakterial dan disebabkan oleh Bacteroides (Fusobacterium) nodosus. Kondisi kandang yang basah dan kotor juga sering dikaitkan dengan kejadian penyakit ini. Kaki ternak yang luka karena jatuh pada lantai kandang yang licin dan basah menjadi pintu masuk bakteri tersebut. Kaki akan mengalami peradangan dan akhirnya membusuk.

Penanganan penyakit ini harus dilakukan dengan teliti, yaitu kaki yang terinfekasi dibersihkan dengan air. Kulit yang telah mati dikelupas dan dibersihkan dengan rifanol atau metilen biru. Secara tradisional dapat dilakukan dengan cara menggunakan kapur barus dan minyak tanah atau air tembakau. Untuk menghindari lalat, dapat diberikan salep asuntol atau gusanex®. Pemberian suntikan antibiotika dapat dilakukan selama 3-5 hari. Ternak penderita sebaiknya dipindahkan ke tempat yang kering.

Penyakit foot root dapat dicegah dengan selalu memperhatikan kondisi kandang. Ternak diusahakan selalu berada di lantai yang kering dan dilakukan pemotongan kuku. Lumpur dan kotoran sebagai pemicu penyakit ini, selalu dibersihkan agar tidak terselip diantara kuku.



Goiter (gondok)

Goiter atau gondok adalah kelainan pada ternak pada kelenjar tiroidnya akibat kekurangan yodium. Ternak dewasa sangat jarang mengalami kelainan ini tetapi fetus dan ternak yang masih muda mudah sekali terkena. Kasus goiter yang menyebabkan kematian pada anak kambing dan domba di daerah Bogor, Ciawi dan Cilebut. Kasus menjadi tinggi pada daerah-daerah yang kekurangan yodium.

Yodium (I) dibutuhkan untuk sintesa hormone tiroid (Triidothyronine/T3) dan tiroksin (T4) yang berperan dalam mengatur metabolisme tubuh dan sangat penting bagi hewan yang bunting, hewan muda dan yang sedang dalam masa pertumbuhan. Secara normal hormon ini diproduksi oleh kelenjar tiroid dalam jumlah yang cukup sehingga dapat mempertahankan produktivitas dan reproduktivitas ternak. Produksinya akan menurun jika proses biosintesanya terhambat karena kekurangan/ defisiensi yodium. Faktor lain penyebab kondisi ini adalah adanya zat gastrogenik (tiosianat) pada pakan yang dikonsumsinya. Kombinasi keduanya akan memicu terjadinya goiter pada ternak. BAHRI et al. (1984) mendeteksi kadar tiosianat yang tinggi di dalam tubuh kambing yang sering mengonsumsi daun ubi kayu. Zat ini mampu menghambat up take yodium oleh kelenjar tiroid. Beberapa tanaman yang mengandung zat anti tiroid yaitu kubis, sudan grass dan white clover.

Untuk mencegah terjadinya goiter khususnya pada daerah-daerah yang kekurangan yodium, dapat dilakukan dengan cara mencampurkan garam beryodium pada pakan ternak. Selain sebagai penambah nafsu makan, pemberian garam beryodium dapat mengatasi gangguan hormone tiroid yang sangat penting untuk metabolisme tubuh.


Diare pada anak kambing

Diare adalah gejala abnormalitas sistem pencernaan dan sering terjadi pada anak kambing. Gejala ini tidak hanya menyebabkan kekurangan penyerapan sari-sari makanan, tetapi ternak juga akan mengalami kehilangan cairan dalan jumlah banyak. Diare yang terjadi pada anak kambing (minggu-minggu pertama kelahiran) dapat menyebabkan dehidrasi dan kematian.

Secara garis besar, penyebab diare dapat digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu non ifeksi dan agen infeksi (bakteri, protozoa atau virus). Umumnya kejadian non infeksi dikarenakan pakan pengganti air susu yang berlebihan atau konsentrasi pakan yang tidak tepat, daun-daun dengan kadar protein yang tinggi dan kualitas pakan yang rendah. Pada kejadian infeksi, biasanya disebabkan oleh Escherichia coli, Cryptospridia, Eimerria sp. Dan cacing. Colibacillosis (E. coli) biasanya terjadi pada minggu pertama, terutama pada anak kambing yang tidak cukup menerima kolustrum. Cryptosporidiasis dapat menyebabkan diare pada anak kambing umur 2-3 minggu.

Beberapa penyebab kasus diare yang menyebutkan bahwa cryptosporidia, E. coli dan virus mampu menyerang secara bersama-sama sehingga menyebabkan diare yang hebat. Pada umur 1 bulan, biasanya diare yang terjadi akibat infeksi Eimerria sp. (koksidiosis) dan infestasi cacing nematoda. Walaupun infeksi bekteri sangat jarang terjadi pada umur 1 bulan, tetapi infeksi Yersinia dapat menyebabkan diare yang berakhir kematian. Yersiniosis sering sekali terjadi dan berhubungan dengan koksidiosis dan infestasi parasit lainnya.

Pencegahan dapat dilakukan dengan cara memisahkan ternak yang diare unntuk menghindari terjadinya kontaminasi lingkungan dengan agen penyakit (bakter, parasit dan virus). Kandang selalu diusahakan dalam keadaan kering dan hangat. Antibiotika tidak dianjurkan untuk diberikan pada anak kambing karena dapat mematikan bakteri normal yang terdapat di dalam saluran pencernaan. Jika anak kambing dikandangkan maka diusahakan agar kandang selalu bersih, kering dan hangat dengan fentilasi udara yang baik. Pakan disediakan dalam kontainer yang tidak terkontaminasi oleh feses. Anak-anak kambing harus dijaga agar tidak masuk ke dalam lingkungan yang terkontaminan oleh Cryptosporidia dan Eimerria sp. Stadium infektif Cryptosporidia sangat resisten, tetapi dapat dirusak dengan 10% formalin atau 5-10% ammonia.


Nematodiasis (Cacingan)

Nematodiasis adalah penyakit parasit internal atau penyakit cacingan saluran pencernaan pada kambing dan domba yang disebabkan oleh cacing gilig. Frekuensi kejadian pada domba/kambing dapat mencapai 80%, terutama pada daerah dengan curah hujan tinggi. Pada musim hujan frekuensi dan intensitas penyakit ini meningkat.

Pada kambing dan domba, haemonchosis disebabkan oleh spesies Haemonchus contortus. Penyebaran penyakit ini biasanya secara langsung melalui padang penggembalaan, yaitu melalui rumput yang terkontaminasi larva infektif (larva stadium III). Larva ini mempunyai selubung (sheat) dan tahan terhadap kekeringan maupun pembekuan. Jika larva ini tertelan oleh kambing maka larva tersebut akan masuk dalam saluran pencernaan kemudian melepaskan selubungnya dan bermigrasi ke abomasum. Di dalam abomasum, larva stadium III akan mengalami perkembangan lebih lanjut menjadi stadium IV dalam waktu 2 hari pasca infestasi lalu menembus abomasum serta membuat lubang. Stadium ini akan tinggal di lamina propia selaput lendir abomasum dan pada hari ke-4 akan muncul dipermukaan abomasums untuk memulai fase parasitiknya, yaitu menghisap darah induk semang.

Parasit ini mampu mengeluarkan suatu zat anti pembekuan darah ke dalam luka yang ditimbulkannya. Oleh karena itu, mukosa menjadi sangat teriritasi dan cacing tersebut akan menghisap darah dalam jumlah yang cukup banyak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa domba yang terinfestasi berat oleh Haemonchus contortus akan kehilangan darah 0,6 liter tiap minggunya. Pada kambing dan domba akan mengakibatkan penurunan abosorbsi sari-sari makanan, protein, kalsium dan fosfor.

Kambing dan domba muda sangat peka terhadap cacing ini. Gejala klinis yang dapat terlihat adalah penurunan bobot badan yang sangat drastis. Menurut penelitian, Haemonchus sendiri tidak menyebabkan diare, akan tetapi jika bersamaan dengan mengonsumsi hijaun muda ataupun infestasi campuran dengan Trichostrongylus maka diare dapat timbul. Pada kambing yang terinfestasi cacing ini, biasanya menunjukkan reaksi pertahanan tubuh, yaitu Self Cure Reaction atau Self Cure Protection. Keadaan ini dibuktikan dengan adanya penurunan populasi cacing di abomasum pada hari ke-10 sampai ke-14 yang diduga karena adanya kekebalan induk semang. Jumlah cacing yang dapat menimbulkan kematian tergantung berbagai macam faktor, seperti umur induk semang, ukuran dan bobot badan, lama infestasi, status nutrisi dan status hematology.

BALITVET merekomendasikan beberapa cara pencegahan penyakit cacing, yaitu (1) jika ternak digembalakan maka dianjurkan untuk diberi obat cacing pada awal musim hujan, puncak musim hujan dan awal musim kemarau terutama ternak muda dan ternak bunting. (2) Apabila tidak digembalakan maka obat cacing diberikan pada ternak yang kondisinya kurang baik, bila perlu diberi antibiotika, vitamin B komplek dan disediakaan air secara ad libitum.



Myasis (Belatungan)

Myasis atau belatungan adalah infestasi larva lalat ke dalam jaringan tubuh hewan hidup. Penyakit ini dapat menyerang semua hewan termasuk unggas dan manusia. Kasus myasis sering ditemukan pada bagian sekitar mata, mulut, vagina, tanduk yang dipotong, luka kastrasi dan pusar hewan yang baru lahir. Lalat Chrysomya bezziana adalah agen primer penyebab myasis dan bersifat parasit obligat. Lalat ini berwarna hijau kebiruan dan tersebar luas di Afrika, subkontinen India, Papua New Guinea, Asia Tenggara termasuk hampir di seluruh kepulauan Indonesia. Lalat C. bezziana dilaporkan melimpah pada musim kemarau, terbukti dengan adanya kasus myasis yang berhasil dijumpai.

Kejadian myasis selalu didahului oleh adanya luka-luka traumatik atau luka pasca melahirkan. Gigitan caplak juga dilaporkan sebagai factor predisposisi utama penyakit ini. Awal infestasi larva terjadi ketika lalat betina meletakkan telurnya pada daerah kulit yang terluka. Telur akan menetas menjadi larva, selanjutnya larva tersebut bergerak lebih dalam menuju ke jaringan otot sehingga menyebabkan peradangan dan daerah luka semakin lebar. Kondisi ini mengakibatkan tubuh ternak menjadi lemah, nafsu makan menurun, demam serta diikuti penurunan produksi susu dan bobot badan bahkan dapat terjadi anemia. Bau yang busuk dari luka tersebut mengundang lalat sekunder (C. rufifacies, C. megachepala, Sarcophaga sp) dan lalat tersier (Musca domestica, Fannia anstralis) ikut meletakkan telurnya diluka tersebut. Adanya infeksi sekunder dapat menyebabkan myasis semakin parah dan berakhir dengan kematian.

Pengobatan myasis dapat dilakukan dengan cara perendaman (dipping) rutin dua kali seminggu dengan mecampur 6 liter Ecoflee dengan 3 m3 air. Larutan ini dapat digunakan selama 1,5 tahun dan dilaporkan cukup efektif untuk pengendalian penyakit myiasis. Berbagai preparat telah dicoba untuk mengobati ternak yang menderita myasis yaitu asuntol, lezinon, rifcord 505 dan campuran kapur, bensin serta vaselin. Ramuan yang dilaporkan cukup efektif untuk pengobatan myiasis di Makasar, yaitu campuran dari 50 gr Iodium, 200 ml alkohol 75% dan 5 ml Ecoflee yang selanjutnya ditambah air hingga 1 liter. Ramuan ini langsung dioleskan pada luka yang mengandung larva sehingga larva keluar dan luka menjadi mengecil. Pengobatan ini dilakukan dua kali dalam seminggu dan digunakan hingga sekarang.

Pencegahan yang dapat dilakukan adalah mengobati secara cepat luka baru dengan metilen biru atau yodium. Perangkap lem dengan umpan hati segar dapat dipasang untuk mengurangi populasi lalat ini. Perangkap dipasang di daerah semak-semak, padang penggembalaan, kebun pisang atau daerah yang banyak ditanami pepohonan karena lalat ini tidak dapat dijumpai di kandang. Teknologi pengendalian myasis telah dikembangkan di BALITVET dan telah dihasilkan pemikat yang efektif untuk menangkap lalat C. bezziana di lapang. Saat ini sedang berlangsung beberapa penelitian untuk mencari obat-obat alternatif myasis yang berbasis pada insektisida botanis (Mindi, Mimba dan Srikaya) dan kontrol biologis (Bacillus thuringiensis).


Penyakit anthrax

Penyakit anthrax atau radang limpa merupakan penyakit bakterial penting yang menyerang hampir semua hewan termasuk kambing. Penyakit ini bersifat zoonosis, yaitu penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya.

Agen penyebab penyakit ini adalah Bacillus anthracis yang bersifat gram positif, berbentuk batang, tidak bergerak dan membentuk spora. Spora ini dengan cepat akan terus menyebar melalui angin dan air hujan. Ternak dapat terinfeksi apabila memakan pakan atau meminum air yang terkontaminasi spora tersebut atau jika spora mengenai bagian tubuh yang luka. Ternak penderita dapat menulari ternak yang lain melalui cairan (eksudat) yang keluar dari tubuhnya. Cairan ini kemudian mencemari tanah sekelilingnya dan dapat menjadi sumber untuk munculnya kembali wabah di masa berikutnya. Spora bakteri B. anthracis dilaporkan mampu bertahan sampai puluhan tahun di tanah dan hanya mati oleh pemanasan pada temperatur 100oC selama 20 menit atau pemanasan kering 140oC selama 30 menit.

Penyakit anthrax pada kambing paling banyak bersifat per akut atau akut. Pada kejadian per akut, kambing yang semula sehat mendadak jatuh, sesak nafas, gemetar, kejang lalu mati dalam waktu beberapa menit/jam akibat pendarahan di otak. Pada kejadian akut, ditandai dengan demam yang tinggi (41,5oC), gelisah, depresi, sukar bernafas, detak jantung cepat tetapi lemah, selaput lendir mulut serta mata menjadi merah tua dan akhirnya mati. Kadang–kadang juga terjadi diare berdarah dan air seninya berwarna merah atau berdarah. Pada bangkai hewan yang terkena anthrax sering terlihat adanya darah yang keluar dari lubang-lubang seperti mulut, telinga hidung, dan anus. Darah tidak membeku dan biasanya limpa membesar berwarna merah kehitaman.

Bangkai ternak yang dicurigai menderita anthrax tidak dianjurkan untuk dibuka (bedah bangkai). Balai Penelitian Veteriner (BALITVET) telah mengembangkan tehnik diagnosis secara serologis, yaitu Ascoli test atau ELISA. Hewan/spesimen anthrax yang telah busuk maupun yang telah dikeringkan bertahun-tahun dilaporkan masih mampu memberikan hasil yang positif pada uji Ascoli.

Teknologi pengendalian penyakit anthrax dapat dilakukan dengan memberikan vaksinasi pada ternak yang belum terinfeksi. BALITVET telah berhasil membuat vaksin tersebut dan pernah memproduksinya tetapi saat ini, teknologi tersebut telah dialihkan ke PUSVETMA Surabaya. PT Vaksindo juga telah memproduksi vaksin sejenis.

Ternak yang terjangkit anthrax dapat diobati dengan preparat antibiotika tetrasiklin atau penisillin dosis tinggi selama 5 hari berturut-turut, tetapi biasanya pengobatan pada keadaan hewan sekarat kurang efektif. Selain preparat tersebut, antibiotika enrofloxacin, neomycin, navobicin, klorampenikol dan kanamycin juga mampu membunuh bakteri anthrax. Pengobatan anthrax viseral dapat dilakukan dengan penisilin G 18-24 juta IU per hari secara intra vena ditambah dengan 1 gram tetrasikin per hari. Pengobatan anthrax nafas hampir sama dengan yang viseral tetapi ditambah streptomicin 1-2 gram/hari sedangkan pengobatan anthrax kulit dapat dilakukan dengan suntikan prokain berdosis 2 x 1,2 juta IU secara intra muskular selama 5-7 hari atau dengan benzyl penilisin berdosis 250.000 IU setiap 6 jam.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah penanganan ternak pasca mati. Bagi ternak yang sudah mati harus dibakar atau diberi desinfektan kemudian dikubur. Bangkai yang sudah terlanjur dikubur, tanahnya dibuka kembali. Tanah galian diberi desinfektan dan kapur serta bangkainya dibakar, lalu kuburan ditutup lagi. Ternak yang mati dicegah agar tidak dimakan oleh hewan pemakan bangkai guna mencegah penyebaran yang lebih luas.


Lahir hingga penyapihan

Anak kambing baru lahir sebaiknya dikurung bersama ibunya selama 2 minggu dan pastikan anak mendapatkan kolostrum (zat kekebalan tubuh). Pada umumnya kolostrum didapat 6 jam setelah kelahiran. Lama indukan mengeluarkan kolostrum biasanya 3 hari dan susu mengandung kolostrum nampak dari warnanya yang kuning dan agak pekat.

Susu kolostrum membantu sistem pencernaan supaya bekerja dengan sempurna. Untuk indukan kambing yang baru pertama kali melahirkan nampak kesulitan menyusui anaknya. Kita harus melatihnya supaya sang anak tidak mengalami kematian. Bila indukan kambing mati maka kita dapat memberikan susu kolostrum dari indukan lain karena kolostrum bisa disimpan dengan dibekukan.

Anak kambing menyusui selama 3-4 bulan. Untuk penyapihannya sebaiknya dilakukan secara bertahap. Anak kambing sangat peka pada suhu dingin, jadi mudah terkena pneumonia.


Kolostrum

Kandungan

0 jam

12 jam

24 jam

Susu Biasa

Mg/ml (Antibodi) %

Lemak %

Protein

38.23


6.00

11.35

32.22


5.50

9.60

21.52


5.00

7.07



3.60

3.25


Penyapihan hingga dewasa

Anak kambing betina sebaiknya dipisahkan dari anak pejantan. Makanan dijaga dengan baik karena mudah turunnya berat badan yang disebabkan penyapihan. Anak kambing betina cukup umur jika berusia sekitar 8 bulan dengan berat 25 kg. Anakan betina yang baik bisa digred-kan. Gred berdasarkan prestasi kenaikan berat badan, kelahiran kembar, badan yang baik dan tahan pada penyakit. Gred inilah yang menentukan nilai penjualan kambing tersebut.

Untuk anak pejantan bisa dijual saat berusia 8-12 bulan. Sedangkan anak pejantan yang akan digunakan sebagai baka sebaiknya berusia sekitar 18 bulan.


Pengurusan Kambing Dewasa

Reproduksi Kambing Betina

Deteksi Birahi

  1. Tingkah laku seksual agak tertekan (tidak terekspresikan penuh) bila tidak ada ternak jantan (pejantan);

  2. Pejantan adalah paling baik dalam mendeteksi tanda-tanda birahi. Bila seekor jantan diintroduksi dalam suatu kelompok betina yang sebelumnya terisolasi dengan pejantan, maka kambing betina tersebut akan menunjukkan tanda birahi 2–8 hari setelah introduksi;

  3. Masa pro-estrus 1 hari, dimana pada saat ini jantan akan mengikuti betina namun betina belum mau untuk dinaiki/dikawini;

  4. Alat kelamin kelihatan agak membengkak, memerah, lembab, ekor digoyang-goyangkan, sering terdiam tak bergerak dan mengembik.

  5. Pada pemeriksaan vagina dengan alat Bantu speculum akan terlihat:

    1. Awal birahi mukosa vagina memerah, lembab dan sedikit ada mucus/cairan.

    2. Pertengahan masa birahi terdapat sejumlah mucus bening.

    3. Akhir berahi, mucus putih.

    4. Bila dikawinkan secara IB/alam, lakukan perkawinan saat mucus putih nampak atau 12– 36 jam setelah onset birahi.


Manipulasi Siklus Birahi

Bagi peternak yang sudah menerapkan prinsip-prinsip agribisnis terutama bagi peternak kambing perah akan sangat merasa nyaman jika mereka dapat berproduksi sepanjang tahun. Oleh karenanya manipulasi siklus birahi sering dilakukan dan ini sering disebut dengan istilah sinkronisasi birahi.

Beberapa hal yang perlu diketahui sebelum melakukan manipulasi siklus birahi:

  1. Kambing lokal Indonesia siklus sepanjang Tahun.

  2. Jangan mengawinkan ternak sebelum mencapai berat badan kira-kira 65% dari berat dewasa. Berat dewasa kambing Katjang 20 –30 kg, kambing PE 35 – 45 kg.

  3. Respon ternak terhadap obat untuk manipulasi siklus birahi sangat beragam tergantung jenis obat yang dipakai, berat badan, umur, fase siklus birahi, dan pada daerah yang mempunyai 4 musim (daerah temperate) musim juga berpengaruh dan respon yang terbaik diperoleh pada musim gugur (autum).


Teknik Manipulasi Siklus Reproduksi

    1. Efek pejantan; harus diawali dengan pemisahan/isolasi total (fisik, bau, suara, pengelihatan) dalam waktu yang cukup lama (3–4 minggu). Birahi pertama yang terjadi biasanya banyak yang infertil;

    2. Treatment dengan progestin 12–14 hari sebelum introduksi pejantan akan mencegah infertilitas pada birahi pertama tersebut;

    3. Menggunakan perlakuan hormonal untuk sinkronisasi birahi seperti progestin, PGF2α, baik dengan atau tanpa PMSG. Penggunaan prostaglandin akan lebih efektif pada ternak yang siklus.


Infertilitas

Secara umum ternak kambing jarang yang infertil. Kambing dilaporkan ternak yang paling tinggi tingkat reproduksinya di antara ternak ruminan (LE BLANC, 1993).

  1. Infertilitas sering terjadi karena kegagalan deteksi birahi. Pejantan adalah detektor birahi terbaik. Perhatikan tanda-tanda birahi yang muncul;

  2. Kondisi pakan yang sangat buruk dalam waktu yang lama;

  3. Pada ternak yang birahi musiman, infertilitas sering terjadi pada perkawinan diluar musim kawin; Pejantan yang infertil;

  4. Kegemukan juga dapat mengakibatkan infertil. Menurunkan berat badan dengan mengurangi konsumsi pakan dapat membantu memperbaiki fertilitas;

  5. Kebuntingan palsu–ternak kelihatannya seperti bunting tetapi tidak melahirkan anak;

  6. Melalui USG dapat diketahui adanya cairan pada uterus. Penyebabnya belum diketahui secara pasti. Ternak lebih baik di singkirkan (culling) saja;

  7. Intersexuality–karena pengaruh gen tertentu. Penampilan ternak ini sangat beragam dari yang hampir seperti jantan normal sampai betina normal.

  8. Penampilan yang umum terlihat adalah betina muda tidak bertanduk tidak pernah birahi tetapi sering menggangu betina lainnya (pseudohermaprodit)

Indukan yang sedang bunting diletakkan dalam petak khusus (magix box) dengan beralaskan jerami kering atau alas lain. Pada masa bunting diberikan makanan yang baik. Tanda bunting nampak dari tidak adanya tanda-tanda birahi, makannya tenang, tidak memperdulikan baka jantan dan badan kelihatan lebih besar. Sedangkan tanda bunting berat nampak dari urat perut dan kemaluannya mengendur serta keluarnya cairan. Indukan bunting selama 150-155 hari atau 5 bulan.


Tanda-tanda akan melahirkan nampak dari ambing bengkak dan kemerahan, bila dipencet putting susu mengeluarkan cairan keputihan, vulva membengkak dengan selaput lendir berwarna merah, keluar cairan pekat dan bila berdiri kaki akan merentang dengan pangkal ekor diangkat tinggi.


Kelahiran

  1. Fase pertama berlangsung sekitar 12 jam, dan fase kedua berlangsung kurang dari 2 jam. Biasanya semua anak akan lahir dalam waktu 3 jam.

  2. Umumnya bila induk sudah merejan >30 menit dan tetap kelahiran belum terjadi, perlu dilakukan intervensi (dibantu).

  3. Kesulitan melahirkan (dystocia) umumnya terjadi bila lebih dari satu anak (fetus) berada pada saluran (canal) beranak. Dystocia walaupun jarang terjadi, dapat terjadi bila perbandingan fetus/induk kurang proporsional (terlalu besar) terutama pada betina dara dengan anak tunggal.

  4. Induksi kelahiran bila diperlukan dapat dilakukan dengan penyuntikan 15-20 mg PGF2α intra muskular. Hasil yang baik diperoleh pada umur kebuntingan 144–146 hari, dan umumnya kelahiran terjadi 30–33 jam setelah injeksi.

  5. Setelah partus, placenta biasanya akan keluar dalam waktu 0.5–2 jam, bila kelamaan ternak bisa sakit. Dapat diberikan injeksi oxytocin dan antibiotik.

Pada kelahiran, pertolongan yang sederhana yaitu membersihkan lendir dari lubang hidung dan mulut anak. Jika tali pusar tidak putus maka dapat digunting, kemudian semprotkan iodine pada tali pusar untuk menjaga dari segala penyakit. Bersihkan lendir pada seluruh badan sambil dipijat pada dadanya untuk merangsang pernafasan. Kubur uri/plasenta (jawa ari-ari) agar tidak dimakan indukan karena menyebabkan kematian. Bersihkan ekor dan kaki belakang indukan menggunakan obat pembasmi kuman kemudian cuci ambing dengan air hangat yang telah dicampurkan dengan obat pembasmi kuman.


Keguguran (Abortus)

  1. Pengaruh nutrisi: antara lain karena defisiensi vitamin A yang kronis, defisiensi mangan (Mn) dan jodium, infeksi cacing hati.

  2. Infeksi: Brucellosis, Leptospirosis, Listeriosis, Salmonellosis, Toxoplasmosis.


Reproduksi Kambing Jantan

Manjemen Kambing Jantan:

  1. Kambing jantan sering kurang disukai karena baunya;

  2. Pejantan yang sangat aktif akan mudah dan mau ejakulasi di vagina buatan dan menaiki betina, bahkan ternak jantan;

  3. Volume ejakulat 0.5–2 ml, konsentrasi sperma 1–3 milyar/ml, skor motilitas >70%, abnormal sperm 8–15%;

  4. Anak kambing jantan yang pertumbuhannya baik akan mulai dapat kawin pada umur yang relatif muda 4-6 bulan.

  5. Infertilitas dapat juga terjadi pada jantan. Cek kualitas ejakulat calon pejantan sebelum dipergunakan untuk breeding.

  6. Perhatikan kejadian “kencing batu” yang sering terjadi pada ternak jantan. Ternak harus minum secukupnya. Untuk pencegahan tambahkan garam dapur 1-4% atau ammonium chlorida (2%) pada pakan konsentrat, dan hindari pakan dengan kandungan P dan Ca yang tinggi.


Pojokan Kandang

Pojokan Kandang
Masih dalam pengembangan, harap MAKLUM !!!