Makna kurban untuk umat Islam adalah prosesi penyembelihan ternak untuk mendekatkan diri pada Allah SWT dengan syarat-syarat dan tata cara yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dan Rasulullah. Jadi pelaksanaan qurban semata-mata hanya untuk meningkatkan ketakwaan dan mendekatkan diri pada Allah SWT, hal ini sesuai dengan dengan firmanNya dalam QS Al-Hajj: 37 yang menyatakan bahwa daging-daging dan darah (hewan kurban) itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridloan) Allah, tetapi ketaqwaan kamulah yang mencapainya.
Suatu hadits menyatakan bahwa “ Tidak ada satu pun perbuatan manusia yang paling disukai Allah SWT pada Hari Raya Idul Adha selain berkurban”. Sesungguhnya darah yang mengalir itu akan lebih cepat sampai kepada Allah SWT sejak darah itu jatuh di permukaan bumi (HR At-Tirmizi dan Ibnu Majjah). Atas dasar firman dan hadits yang telah disebutkan di atas dapat diprediksi bahwa dengan semakin bertambah umat Islam di Indonesia dan sejalan pula dengan meningkatnya ketaqwaan serta meningkatnya perekonomian umat, maka kebutuhan hewan kurban akan meningkat secara linear atau dapat dikatakan bahwa bahwa peningkatan populasi penduduk yang beragama Islam akan meningkatkan kebutuhan hewan kurban dalam situasi ekonomi yang kondusif.
Sebagai gambaran berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Dinas Peternakan dan Perikanan DKI Jakarta, jumlah pemotongan kambing dan domba (kado) di Jakarta saat Hari Raya Idul Adha 2006 adalah sebanyak 1.721 ekor (domba) dan 40.043 ekor (kambing), di samping itu dipotong pula 5.048 ekor sapi dan 151 ekor kerbau, sedangkan prediksi untuk tahun 2007 adalah 2.000 ekor domba dan 60.000 ekor kambing, 6.000 ekor sapi, dan 200 ekor kerbau (data realisasi pemotongan untuk Tahun 2007 belum diperoleh). Data tersebut merupakan gambaran kebutuhan hewan kurban yang senantiasa meningkat dari tahun ke tahun, khususnya gambaran untuk daerah pantura, Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur, sedangkan untuk daerah Jawa Barat ternak yang dijadikan hewan kurban lebih banyak domba dibandingkan kambing. Hal ini terkait dengan kebiasaan dan preferensi umat di daerah masing-masing, namun secara umum jumlah tersebut dapat merepresentasikan jumlah ruminansia kecil (kambing dan domba) yang dipilih sebagai hewan kurban.
Pasaran Ekspor yang bikin “Mupeng”
Tiap tahun Arab Saudi meng-order kambing sedikitnya 2,5 juta ekor dari luar negaranya. Tapi sayang, kambing Indonesia baru bisa gigit jari, sementara peternak/pebisnis-nya cuma bisa ”mupeng” (muka pengen). Sementara itu, lepas dari pro-kontra boleh tidaknya ekspor ternak ke Malaysia terkait alasan plasma nutfah, pasar Malaysia menunjukkan besarnya serapan kambing Indonesia di sana.
Kambing asal tanah air beberapa tahun belakangan telah mampu menembus pasar negeri Jiran tersebut. Besarannya, berdasar catatan surat rekomendasi yang dikeluarkan Ditjennak, pada 2004 sekitar 400 ekor, 2005 sebanyak 1.225 ekor, 2006 sebesar 6.220 ekor dan 2007 sebanyak 31.535 ekor. Peluang pasar ekspor kambing sebenarnya tidaklah semata Arab Saudi dan Malaysia, Brunei Darusalam pun terbuka.
Di Bawah Standar
Selama ini, sebagian besar permintaan kambing Arab Saudi untuk memenuhi kebutuhan hewan kurban saat musim haji. Australia serta China adalah negara-negara yang sejauh ini mampu mengisi dan memanfaatkan kuota tersebut. Paling tidak China mampu memasok 750 ribu ekor kambing ke negeri padang pasir itu. Indonesia? Miris, belum bisa menjamin kontinyuitas. Dan ini dituding sebagai titik lemah oleh pengusaha mitra eksportir. Tak hanya itu, kualitas dan bobot badan ternak kambing asal Indonesia umumnya masih di bawah standar yang ditetapkan oleh pasar luar (minimal 40 kg berat hidup). Contoh nyata adalah Singapura. Singapura tidak mau mengambil kambing Indonesia, dengan beralasan standar ternak kita rendah.
Pasar Domestik
Sementara di pasar ekspor kita cuma bisa “nyengir”, tidak demikian halnya dengan bisnis kambing dalam negeri. Hitungannya, kebutuhan konsumsi daging kado dalam negeri sekitar 5,6 juta ekor tiap tahunnya. Sementara data 2007 yang ada menunjukkan populasi ternak kambing nasional sebesar 14,9 juta ekor. Mengalami tren rata-rata pertumbuhan 4,02 % per-tahun sejak 2003 (12,7 juta ekor). Domba, tidak jauh berbeda, tren rata-rata pertumbuhannya 6,04 % sejak tahun 2003 (7,8 juta ekor) menjadi 9,9 juta ekor pada 2007. Yang menggembirakan, tingkat konsumsi lokal akan daging kambing dari tahun ke tahun meningkat. Ini terjadi di tengah catatan tingkat konsumsi daging secara total justru sedang menurun.
Sumber data statistik Ditjennak 2007 mencatat konsumsi daging per-kapita per-tahun penduduk Indonesia pada 2006 menurun dari 5,18 kg pada 2005 menjadi 4,13 kg. Ditjennak mencatat, pada 2006 konsumsi daging kambing dan domba berkontribusi sebesar 41,93 % (0,26 kg) terhadap total konsumsi daging ruminansia yang nilainya 15,01 % dari konsumsi daging secara keseluruhan (0,62 kg). Angka ini mengalami kenaikan sebesar 160 % dibandingkan kontribusi pada 2005 yang nilainya hanya 17,54 % (0,1 kg). Itu artinya, kambing dan domba (kado) satu-satunya komoditas ternak dengan permintaan tinggi.
1 komentar:
INFO:
Suplemen Organik Tanaman (SOT) produk PT HCS Sidoarjo, untuk meningkatkan hasil produksi pangan tanpa pupuk kimia, lebih hemat, hasil meningkat dan hama terkendali.
Suplemen Organik Cair (SOC) untuk segala ternak akan lebih meningkat penghasilannya, menurun biayanya, dan lebih aman dikonsumsi dagingnya karena organik. Lagi pula kotorannya tidak berbau.
Selengkapnya buka http://hcssukses.blogspot.com/p/produk.html.
Admin http://hcssukses.blogspot.com
Posting Komentar